Sabtu, 12 Januari 2013

Pendidikan Agama Islam Dalam Bidang Ulumul Qur'an


   
                                   PEMBUKAAN

           Dengan menyebut nama ALLAH SWT serta segalah puji atasnya yang telah mencurahkan segala nikmatnya serta karunianya ,kapada semua insan.sholawat serta salam muda-mudahan terus teralir deraskan keharibaan junjungan kita sang purnama kehidupan  baginda nabi MUHAMMAD SAW. Dan salam sejahtera kami haturkan pada sang guru tercinta,murabbina wa mu’alimina KHR .MOCH KHOLIL AS’AD  SYAMSUL ARIFIN. Pengasuh pondok pesantren wali songo .dan tidak lupa pula kami mulyakan Drs.H.M.Zaini Dahlan MM, M.Pd.I sebagai  dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an di sekolah tinggi agama islam wali songo
           Dengan segala rahmat ALLAH SWT semoga terus melimpahkan rahmat serta ma’unahnya sehingga penyusunan makalah ini  dapat bermanfaat bagi kami di dunia lebih- lebih di akhirat, serta dapat menjadi tambahan pengetahuan serta wawasan bagi kami dan mampu mengamalkan dengan penuh ke ikhlasan .             




Penulis
                                                                                                                                              



                                                                                                                                                            

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci agama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an adalah puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril. Keontetikan kitab suci ini pun tidak perlu diragukan lagi, redaksi dan susunan ayatnya sejak diwahyukan kepada Nabi Muhammad sampai sekarang tidak mengalami sedikit perubahan sekalipun.
Al-Qur’an yang berarti bacaan, adalah kitab suci yang selalu dibaca oleh berjuta-juta ummat Islam. Tidak hanya dibaca, bahkan diteliti, diselidiki, dan ditelaah secara ilmiah. Bila saja seperempat penduduk dunia yang sekarang berjumlah enam milyar beragama Islam, dan dua pertiganya membaca Al-Quran minimal ketika waktu sholat lima waktu, maka dalam sehari-hari ledakan suara gemuruh bacaan al-Quran akan mengguncang dunia dan membumbung ke udara angkasa raya.
Al-Quran diturunkan tidak secara langsung sekaligus, namun secara berangsur-angsur dalam masa yang relatif panjang. Mulai dari Nabi diangkat menjadi Rasul hingga menjelang wafatnya beliau. Pewahyuan al-Quran secara berangsur-angsur tersebut pun mempunyai banyak hikmah, diantaranya adalah memantapkan hati Rasullullah yang banyak mendapat cobaan dalam dakwahnya.







B. Rumusan masalah

              Berdasarkan deskripsi masalah diatas, maka ada beberapa masalah yang harus diperhatikan sebagai wujud pembahasan makala ini.
A.         Bagaimana pengertian al-Quran ?
B.         Bagaimana penulisan al-Quran pada masa Nabi ?
C.         Bagaimana penulisan al-Quran pada masa sahabat ?













BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Quran menurut bahasa (etimologi)
Terjadi keragaman pendapat di kalangan ulama dalam menjelaskan pengertian asal dari kata Al-Quran. Sebagian dari mereka mengucapkan kata Al-Quran tanpa menggunakan huruf hamzah (ghair mahmuz). sedangkan sebagian yang lain mengucapkannya dengan menggunakan huruf hamzah (mahmuz). Termasuk di dalam kelompok yang pertama adalah imam Al-SyafiI, Al-Farra, dan Al-A s y ar y.
          Menurut imam SyafiI, kata A l-Quran (tanpa hamzah) tidak berasal  dari kata apapun, ia merupakan kata asal yang telah dipilih Allah sebagaimana kitab-kitab sucinya yang lain (taurat, injil, dan zabur). Sementara al-Farra mengatakan bahwa kata Al-Quran (tanpa hamzah) diambil dari kataqarain (jama dari kata qarinah) yang berarti pasangan atau yang mendamping. Karena adanya keserupaan dan kemiripan antara sebagian ayat satu dengan ayat yang lain. Adapun al-Asyary berpendapat yang tidak jauh berbeda dengan Al-Farra. Dia mengatakan bahwa Al-Quran diambil  dari fiil madhi qarana yang berarti memadukan dan menghimpunkan, dengan pertimbangan bahwa dalam Al-Quran sebagian surat dan ayat telah dihimpun  dan dipadukan dengan sebagian yang lain.
Kelompok kedua yang berpendapat bahwa kata Al-Quran mengandung huruf hamzah (mahmuz) antara lain adalah Al-Zajjaj dan al- Lihyani. Menurut Al-Zajjaj, kata Al-Quran diambil dari kata     (alqa’ r) yang berarti menghimpun atau mengumpulkan pokok-pokok isi kitab-kitab suci sebelumnya.
    Sedangkan Al-Lihyani berpendapat bahwa kata Al-Quran (dengan
hamzah) merupakan masdar  yang diambil dari kata kerja qaraa dengan arti tala yakni membaca. Akan tetapi bentuk masdar ini tidak diartikan pembacaan sebagaimana arti masdar pada lazimnya, melainkan diartikan dengan sesuatu yang dibaca (maqru).

2. Pengertian Al-Quran menurut istilah (terminologi)
              Sebagaimana ulama berbeda pendapat mengenai etimologi A l- Quran, mereka juga berbeda pendapat ketika mendefinisikan Al-Quran.
Definisi-definisi yang dikemukakan para ulama
antara lain:
 1.   Dr. Subhi Al Salih
:“      Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan situlis di mushaf serta
diriwayatkan dengan mutawattir, membacany atermasuk ibadah”
  2. Menurutal- Zu ha ili:    Al- Qur an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan lafadz (bahasa) Arab, tertulis dalam mushaf, dinilai sebagai ibadah membacanya, diriwayatkan secara mutawatir, diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas.”
  3. Muhammad Ali As Shabuni: "Al-Quran adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat an Nas.”
Dari berbagai definisi yang dikemukakan para ulama, pada dasarnya
tidak lepas dari unsur-unsur sebagaimana berikut:
1. Kalamullah
2. Dengan perantara malaikat Jibril
3. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
4. Sebagai mukjizat
5. Ditulis dalam mushaf
6. Dinukil secara mutawattir
7. Dianggap ibadah bagi yang membacanya
8. Dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an Nas
9. Mencakup segala hakikat kebenaran
10. Berbahasa Arab
B.  penulisan al-Quran pada masa Nabi
Upaya pelestarian al-Quran pada masa Nabi dilakukan oleh    beliau sendiri. Setiap kali menerima wahyu dari Allah, beliau secara       langsung mengingat dan menghafalkannya baru kemudian   disampaikan kepada para sahabatnya. Kemudian para sahabat                menyampaikannya  secara berantai kepada sahabat lainya,   demikianlah seterusnya. Sebagian sahabat tersebut selain langsung   menghafalkannya juga mencatatnya dalam berbagai benda yang   ditemuinya.
Disamping mengandalkan pada hafalan, baik hafalan Nabi sendiri maupun hafalan sahabatnya. Nabi mengangkat beberapa orang penulis wahyu (kuttab al-wahyi) yang terdiri dari Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Muawiyah, Zaid ibn Stabit, Ubay bin Kaab, Khalid bin Walid, dan Stabit bin Qais. Mereka diperintahkan oleh Nabi untuk menuliskan ayat-ayat al-Quran setiap kali turun. Dengan demikian pemeliharaan al-Quran lewat tulisan dapat mendukung dan memperkuat hafalan.
Tetapi karena keterbatasan sarana tulis menulis pada masa itu, maka penulisan al-Quran tidak dilakukan secara sistematis dan menyatu pada satu tempat, melainkan masih terserak-serak di batu, kulit binatang, pelepah kurma dan apa saja yang bisa dipakai untuk ditulis. Nabi juga menerangkan pada mereka bagaimana ayat-ayat itu harus disusun dalam suatu surat, dalam arti bahwa tertib urutan ayat-ayat dalam satu surat telah diterangkan oleh Nabi.
 Ibnu Abbas berkata yang artinya: Adalah Rasulullah apabila turun ayat, beliau segera memanggil penulis, lalu bersabda : “Letakkanlah ayat ini dalam susunan yang disebutkan di dalamnya ini …dan ini… !. ”
Disamping itu Nabi juga melarang para sahabatnya untuk menulis apa-apa yang selain dari pada al-Quran. Termasuk yang dilarangnya adalah menulis ucapan-ucapan beliau sendiri yang disebut dengan hadist. Larangan ini disamping untuk menghindari dari kemungkinan bercampur baurnya al-Quran dengan al-Hadist, juga dimaksudkan untuk dapat lebih mengkonsentrasikan perhatian sahabat pada pemeliharaan Al-Quran. Dengan cara seperti itulah maka seluruh ayat-ayat Al-Quran telah selesai ditulis di masa Nabi, kendati tidak dalam satu mushaf.
Dalam pada itu, setiap tahun malaikat jibril a.s. mengadakan ulangan (repitisi) terhadap hafalan Nabi. Nabi diminta untuk memperdengarkan kembali al-Quran setelah diturunkan. Repitisi yang hamper sama juga dilakukan Nabi kepada para sahabatnya, Nabi menyuruh mereka membacakan al-Quran dihadapanya untuk dibetulkan hafalan dan bacaan mereka.
C. penulisan al-Quran pada masa sahabat

1. Masa khalifah Abu Bakr As Shiddiq
Mengenai latar belakang penulisan al-Quran pada masa Abu Bakr ini berbagai riwayat menyebutkan bahwa hal itu terjadi setelah peperangan Yamamah tahun ke-12 hijriyah. Diceritakan bahwa dalam peperangan antara kaum muslimin dengan kaum murtad pengikut Musailamah al Kadzab, telah gugur tujuh puluh sahabat yang hafal al- Quran Kenyatan itu sangat menghawatirkan Sayyidina Umar ibn Khattab. Sehubungan dengan keutuhan al-Quran, untuk itulah Sayyidina Umar mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan, dalam arti penulisan kembali al-Quran. Pada mulanya khalifah berkeberatan dengan usul Umar ini namun berkat dialog dan lobi-lobi intensif diantara keduanya, khalifah pada akhirnya menerima usulan dari Sayyidina Umar tersebut. Untuk itu khalifah Abu Bakar menugaskan Zaid bin Stabit melaksanakan pekerjaan yang mulia tersebut.
Sebagaimana halnya dengan keberatan Abu Bakr untuk menerima usulan Sayyidina Umar, pada mulanya Zaid bin Stabit juga merasa keberatan dengan tugas khalifah tersebut, namun pada akhirnya Allah berkenan membuka hati Zaid untuk menerima dan melaksanakan tugas tersebut. Mulailah Zaid mengumpulkan ayat-ayat al-Quran dari daun, pelepah kurma, batu, tanah liat, tulang unta atau kambing dan dari hafalan para sahabat.
Dalam usaha pengumpulan itu, Zaid bin Stabit bekerja dengan sangat teliti, kendatipun dia hafal seluruh al-Quran. Namun ia merasa perlu untuk mencocokkannya dengan hafalan dan tulisan para sahabat lainya. Menurut ibn Hajar, hafalan dan tulisan inilah yang dimaksud dengan dua saksi (syahidayn) yang disyaratkan oleh Abu Bakr Umar dan Zaid dalam menerima ayat-ayat al-Quran.
Dari keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa latar belakang penulisan al-Quran pada masa Abu Bakr ini adalah kekhawatiran akan hilangnya bagian-bagian al-Quran akibat gugurnya para sahabat yang hafal al-Quran.

Menurut Subhi as Shalih, pengumpulan dan penulisan al-Quran pada masa Abu Bakr selesai dalam tempo sekitar satu tahun, dengan alasan bahwa perintah Abu Bakr diberikan setelah perang Yamamah, sedangkan pekerjaan itu selesai antara waktu usainya perang Yamamah dan wafatnya Abu Bakr as Shidiq.
2.Masa khalifah Ustman ibn Affan

             Diceritakan oleh al-Bukhori dari ibn Syihab Anas ibn Malik dalam kitab sahihnya bahwa Hudzaifah Ibn al-Yaman datang kepada Sayyidina Ustman setelah memerangi penduduk Syam dalam peperangan menakhlukkan Armenia Azerbeijan bersama-sama penduduk Iraq. Hudzaifah terkejut menyaksikan perselisihan diantara mereka soal qira’ah Maka Hudzaifah berkata kepada Sayyidina Ustman: “wahai amirul mukminin! susul dan atasilah ummat ini sebelum mereka berselisih mengenai al-kitab (al-Quran) sebagaimana perselisihan yang dialami oleh orang yahudi dan nashrani”
          Kemudian  Sayyidina Ustman meminta kepada Hafhsah agar menyerahkan shuhuf-shuhuf yang ada padanya untuk disalin kedalam beberapa mushhaf. Setelah itu shuhuf-shuhuf tersebut akan dikembalikan kepada Hafhsah. Sayyidina Ustman kemudian memerintahkan kepada Zaid bin Stabit, Abdullah ibn Zubair,Sa ‘id ibn al-„Ash dan Abdurrahman ibn Harist ibn Hisyam untuk menyalinya dalam beberapa mushaf. Sayyidina Ustman berpesan kepada ketiga orang yang disebut terakhir yang terdiri dari orang-orang Quraisy bahwa apabila terjadi perselisihan qira’at antar mereka dengan Zaid ibn Stabit yang bukan quraisy maka hendaklah mereka tulis al-Quran itu dengan berdasarkan bahasa atau dialok Quraisy, sebab al-Quran itu diturunkan dengan bahasa arab .










BAB III
PENUTUP

          Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian al-Quran baik  secara etimologis maupun terminologis. Diantara mereka ada yang mengucapkan al-Quran dengan huruf hamzah(mahmuz) dan ada pula yang tanpa hamzah (ghairu mahmuz). Dari sekian banya pendapat tentang difinisi al-Quran, namun dapat disimpulkan bahwa al-Quran adalah “kalamullah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan perantara malaikat Jibril, lafaldz-lafadznya berasal dari Allah dan termaktub dalam mushaf-mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawattir kemudian membacanya dihitung sebagai ibadah.
Penulisan al-Quran sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa Nabi Muhammad SAW, namun pada waktu itu penulisanya masih berserakan pada tulang-tulang hewan, pelepah kurma, batu dan segala sesuatu yang dapat dipakai untuk menulis. Hal itu  dimaksudkan Nabi sebagai wujud pelestarian al-Quran disamping mengandalkan hafalan.
Penulisan al-Quran dalam bentuk mushaf baru mulai dirintis pada masa khalifah Abu Bakr as Shiddiq atas saran dan dorongan  Sayyidina Umar ibn Khattab. Hal itu dimotivasi oleh banyaknya shahabat penghafal al-Quran yang gugur sebagai syuhada di medan perang.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan