PEMBUKAAN
Dengan menyebut nama ALLAH SWT serta
segalah puji atasnya yang telah mencurahkan segala nikmatnya serta karunianya
,kapada semua insan.sholawat serta salam muda-mudahan terus teralir deraskan
keharibaan junjungan kita sang purnama kehidupan baginda nabi MUHAMMAD SAW. Dan salam sejahtera
kami haturkan pada sang guru tercinta,murabbina wa mu’alimina KHR .MOCH KHOLIL
AS’AD SYAMSUL ARIFIN. Pengasuh pondok
pesantren wali songo .dan tidak lupa pula kami mulyakan Drs.H.M.Zaini Dahlan
MM, M.Pd.I sebagai dosen pembimbing mata
kuliah Ulumul Qur’an di sekolah tinggi agama islam wali songo
Dengan segala rahmat ALLAH SWT semoga
terus melimpahkan rahmat serta ma’unahnya sehingga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami di dunia lebih-
lebih di akhirat, serta dapat menjadi tambahan pengetahuan serta wawasan bagi
kami dan mampu mengamalkan dengan penuh ke ikhlasan .
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an
merupakan kitab suci agama Islam. Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an adalah
puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Keontetikan kitab suci ini pun tidak perlu diragukan lagi, redaksi dan susunan
ayatnya sejak diwahyukan kepada Nabi Muhammad sampai sekarang tidak mengalami
sedikit perubahan sekalipun.
Al-Qur’an
yang berarti bacaan, adalah kitab suci yang
selalu dibaca oleh berjuta-juta ummat Islam. Tidak hanya dibaca, bahkan
diteliti, diselidiki, dan ditela‟ah secara ilmiah.
Bila saja seperempat penduduk dunia yang sekarang berjumlah enam milyar
beragama Islam, dan dua pertiganya membaca Al-Qur‟an minimal ketika waktu sholat lima waktu, maka
dalam sehari-hari ledakan suara gemuruh bacaan al-Qur‟an akan mengguncang dunia dan membumbung ke udara
angkasa raya.
Al-Qur‟an diturunkan tidak secara langsung sekaligus, namun
secara berangsur-angsur dalam masa yang relatif panjang. Mulai dari Nabi
diangkat menjadi Rasul hingga menjelang wafatnya beliau. Pewahyuan al-Qur‟an secara berangsur-angsur tersebut pun mempunyai
banyak hikmah, diantaranya adalah memantapkan hati Rasullullah yang banyak
mendapat coba‟an dalam dakwahnya.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan deskripsi masalah
diatas, maka ada beberapa masalah yang harus diperhatikan sebagai wujud
pembahasan makala ini.
A. Bagaimana pengertian al-Qur‟an
?
B. Bagaimana penulisan al-Qur‟an pada masa Nabi ?
C. Bagaimana penulisan al-Qur‟an pada masa sahabat ?
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
PEMBAHASAN
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
A.
Pengertian Al-Qur’an
1.
Pengertian Al-Qur‟an
menurut bahasa (etimologi)
Terjadi keragaman pendapat di kalangan ulama‟
dalam menjelaskan pengertian asal dari kata
Al-Qur‟an. Sebagian dari mereka mengucapkan kata Al-Qur‟an tanpa menggunakan huruf hamzah (ghair mahmuz). sedangkan sebagian yang lain mengucapkannya dengan menggunakan huruf
hamzah (mahmuz). Termasuk di dalam kelompok yang pertama adalah imam
Al-Syafi‟I, Al-Farra‟, dan Al-A s y‟ ar y.
Menurut imam Syafi‟I,
kata A l-Qur‟an (tanpa hamzah) tidak berasal dari kata
apapun, ia merupakan kata asal yang telah dipilih Allah sebagaimana kitab-kitab
sucinya yang lain (taurat, injil, dan zabur). Sementara al-Farra‟
mengatakan bahwa kata Al-Qur‟an (tanpa hamzah) diambil dari kataqarain (jama‟ dari kata
qarinah) yang berarti pasangan atau yang mendamping. Karena
adanya keserupaan dan kemiripan antara sebagian ayat satu dengan ayat yang
lain. Adapun al-Asy‟ary
berpendapat yang tidak jauh berbeda dengan
Al-Farra‟. Dia mengatakan bahwa Al-Qur‟an diambil dari
fi‟il
madhi qarana
yang berarti memadukan dan menghimpunkan, dengan pertimbangan bahwa dalam Al-Qur‟an sebagian surat dan ayat telah dihimpun dan dipadukan dengan sebagian yang lain.
Kelompok kedua
yang berpendapat bahwa kata Al-Qur‟an
mengandung huruf hamzah (mahmuz)
antara lain adalah Al-Zajjaj dan al- Lihyani. Menurut Al-Zajjaj, kata Al-Qur‟an
diambil dari kata (alqa’ r) yang
berarti menghimpun atau mengumpulkan pokok-pokok isi kitab-kitab suci
sebelumnya.
Sedangkan Al-Lihyani berpendapat bahwa kata Al-Qur‟an
(dengan
hamzah)
merupakan masdar yang diambil dari kata kerja qara‟a dengan arti tala yakni membaca. Akan tetapi bentuk masdar
ini tidak diartikan pembacaan sebagaimana arti masdar pada lazimnya, melainkan
diartikan dengan sesuatu yang dibaca (maqru‟).
2. Pengertian Al-Qur‟an menurut istilah (terminologi)
Sebagaimana ulama‟
berbeda pendapat mengenai etimologi A l-
Qur‟an, mereka juga berbeda pendapat
ketika mendefinisikan Al-Qur‟an.
Definisi-definisi yang dikemukakan para ulama‟ antara lain:
1. Dr. Subhi Al Salih:“ Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
Definisi-definisi yang dikemukakan para ulama‟ antara lain:
1. Dr. Subhi Al Salih:“ Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan situlis di mushaf
serta
diriwayatkan dengan mutawattir, membacany atermasuk ibadah”
2. Menurutal- Zu ha
ili: “Al- Qur‟ an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan lafadz (bahasa) Arab, tertulis
dalam mushaf, dinilai sebagai ibadah membacanya, diriwayatkan secara mutawatir,
diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas.”
3. Muhammad Ali As Shabuni: "Al-Qur‟an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan
Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan
kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah,
yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat an Nas.”
Dari
berbagai definisi yang dikemukakan para ulama‟,
pada dasarnya
tidak lepas dari unsur-unsur sebagaimana berikut:
1. Kalamullah
2. Dengan perantara malaikat Jibril
3. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
4. Sebagai mukjizat
2. Dengan perantara malaikat Jibril
3. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
4. Sebagai mukjizat
5. Ditulis dalam mushaf
6. Dinukil secara mutawattir
7. Dianggap ibadah bagi yang membacanya
8. Dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an Nas
9. Mencakup segala hakikat kebenaran
10. Berbahasa Arab
6. Dinukil secara mutawattir
7. Dianggap ibadah bagi yang membacanya
8. Dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an Nas
9. Mencakup segala hakikat kebenaran
10. Berbahasa Arab
B. penulisan al-Qur‟an
pada masa Nabi
Upaya pelestarian al-Qur‟an pada masa Nabi dilakukan oleh beliau sendiri. Setiap kali menerima wahyu
dari Allah, beliau secara langsung
mengingat dan menghafalkannya baru kemudian disampaikan kepada para sahabatnya. Kemudian para sahabat menyampaikannya secara berantai kepada sahabat lainya, demikianlah seterusnya. Sebagian sahabat
tersebut selain langsung menghafalkannya
juga mencatatnya dalam berbagai benda yang ditemuinya.
Disamping
mengandalkan pada hafalan, baik hafalan Nabi sendiri maupun hafalan sahabatnya.
Nabi mengangkat beberapa orang penulis wahyu (kuttab al-wahyi) yang terdiri dari Abu Bakar, Umar, Ustman,
Ali, Muawiyah, Zaid ibn Stabit, Ubay bin Ka‟ab,
Khalid bin Walid, dan Stabit bin Qais. Mereka diperintahkan oleh Nabi
untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an
setiap kali turun. Dengan demikian pemeliharaan al-Qur‟an lewat tulisan dapat mendukung dan
memperkuat hafalan.
Tetapi karena
keterbatasan sarana tulis menulis pada masa itu, maka penulisan al-Qur‟an tidak dilakukan secara sistematis dan
menyatu pada satu tempat, melainkan masih terserak-serak di batu, kulit
binatang, pelepah kurma dan apa saja yang bisa dipakai untuk ditulis. Nabi juga
menerangkan pada mereka bagaimana ayat-ayat itu harus disusun dalam suatu
surat, dalam arti bahwa tertib urutan ayat-ayat dalam satu surat telah
diterangkan oleh Nabi.
Ibnu Abbas berkata yang artinya: “Adalah Rasulullah apabila turun ayat, beliau segera
memanggil penulis, lalu bersabda : “Letakkanlah ayat ini dalam susunan yang disebutkan di
dalamnya ini …dan ini… !. ”
Disamping itu
Nabi juga melarang para sahabatnya untuk menulis apa-apa yang selain dari pada
al-Qur‟an. Termasuk yang dilarangnya
adalah menulis ucapan-ucapan beliau sendiri yang disebut dengan hadist.
Larangan ini disamping untuk menghindari dari kemungkinan bercampur baurnya
al-Qur‟an dengan al-Hadist, juga
dimaksudkan untuk dapat lebih mengkonsentrasikan perhatian sahabat pada
pemeliharaan Al-Qur‟an.
Dengan cara seperti itulah maka seluruh ayat-ayat Al-Qur‟an
telah selesai ditulis di masa Nabi, kendati tidak dalam satu mushaf.
Dalam pada itu,
setiap tahun malaikat jibril a.s. mengadakan ulangan (repitisi) terhadap
hafalan Nabi. Nabi diminta untuk memperdengarkan kembali al-Qur‟an setelah diturunkan. Repitisi yang
hamper sama juga dilakukan Nabi kepada para sahabatnya, Nabi menyuruh mereka
membacakan al-Qur‟an
dihadapanya untuk dibetulkan hafalan dan bacaan mereka.
C. penulisan al-Qur‟an
pada masa sahabat
1. Masa khalifah Abu Bakr As Shiddiq
Mengenai latar
belakang penulisan al-Qur‟an pada
masa Abu Bakr ini berbagai riwayat menyebutkan bahwa hal itu terjadi setelah
peperangan Yamamah tahun ke-12 hijriyah. Diceritakan bahwa dalam peperangan
antara kaum muslimin dengan kaum murtad pengikut Musailamah al Kadzab, telah
gugur tujuh puluh sahabat yang hafal al- Qur‟an
Kenyatan itu sangat menghawatirkan Sayyidina Umar ibn Khattab. Sehubungan
dengan keutuhan al-Qur‟an,
untuk itulah Sayyidina Umar
mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan, dalam arti penulisan
kembali al-Qur‟an. Pada mulanya khalifah
berkeberatan dengan usul Umar ini namun berkat dialog dan lobi-lobi intensif
diantara keduanya, khalifah pada akhirnya menerima usulan dari Sayyidina Umar
tersebut. Untuk itu khalifah Abu Bakar menugaskan Zaid bin Stabit melaksanakan
pekerjaan yang mulia tersebut.
Sebagaimana
halnya dengan keberatan Abu Bakr untuk menerima usulan Sayyidina Umar, pada mulanya Zaid bin Stabit juga
merasa keberatan dengan tugas khalifah tersebut, namun pada akhirnya Allah
berkenan membuka hati Zaid untuk menerima dan melaksanakan tugas tersebut.
Mulailah Zaid mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an
dari daun, pelepah kurma, batu, tanah liat, tulang unta atau kambing dan dari
hafalan para sahabat.
Dalam usaha
pengumpulan itu, Zaid bin Stabit bekerja dengan sangat teliti, kendatipun dia
hafal seluruh al-Qur‟an.
Namun ia merasa perlu untuk mencocokkannya dengan hafalan dan tulisan para
sahabat lainya. Menurut ibn Hajar, hafalan dan tulisan inilah yang dimaksud
dengan dua saksi (syahidayn) yang disyaratkan oleh Abu Bakr Umar dan Zaid dalam
menerima ayat-ayat al-Qur‟an.
Dari
keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa latar belakang penulisan
al-Qur‟an pada masa Abu Bakr ini adalah
kekhawatiran akan hilangnya bagian-bagian al-Qur‟an
akibat gugurnya para sahabat yang hafal al-Qur‟an.
Menurut Subhi as
Shalih, pengumpulan dan penulisan al-Qur‟an pada
masa Abu Bakr selesai dalam tempo sekitar satu tahun, dengan alasan bahwa
perintah Abu Bakr diberikan setelah perang Yamamah, sedangkan pekerjaan itu
selesai antara waktu usainya perang Yamamah dan wafatnya Abu Bakr as Shidiq.
2.Masa khalifah Ustman ibn Affan
Diceritakan oleh al-Bukhori dari
ibn Syihab Anas ibn Malik dalam kitab sahihnya bahwa Hudzaifah Ibn al-Yaman
datang kepada Sayyidina Ustman setelah memerangi penduduk Syam dalam peperangan menakhlukkan Armenia Azerbeijan
bersama-sama penduduk Iraq. Hudzaifah terkejut menyaksikan perselisihan diantara
mereka soal qira’ah Maka Hudzaifah berkata kepada Sayyidina Ustman: “wahai
amirul mukminin! susul dan atasilah ummat ini sebelum mereka berselisih
mengenai al-kitab (al-Qur‟an)
sebagaimana perselisihan yang dialami oleh orang yahudi dan nashrani”
Kemudian Sayyidina Ustman meminta
kepada Hafhsah agar menyerahkan shuhuf-shuhuf yang ada padanya untuk disalin
kedalam beberapa mushhaf. Setelah itu shuhuf-shuhuf tersebut akan dikembalikan
kepada Hafhsah. Sayyidina Ustman kemudian memerintahkan kepada Zaid bin Stabit, Abdullah ibn Zubair,Sa ‘id ibn al-„Ash dan Abdurrahman ibn Harist ibn Hisyam
untuk menyalinya dalam beberapa mushaf. Sayyidina Ustman berpesan kepada ketiga
orang yang disebut terakhir yang terdiri dari orang-orang Quraisy bahwa apabila
terjadi perselisihan qira’at antar mereka dengan Zaid ibn Stabit yang bukan
quraisy maka hendaklah mereka tulis al-Qur‟an
itu dengan berdasarkan bahasa atau dialok Quraisy, sebab al-Qur‟an
itu diturunkan dengan bahasa arab .
BAB
III
PENUTUP
Para ulama‟ berbeda
pendapat tentang pengertian al-Qur‟an baik secara etimologis maupun terminologis.
Diantara mereka ada yang mengucapkan al-Qur‟an
dengan huruf hamzah(mahmuz) dan
ada pula yang tanpa hamzah (ghairu
mahmuz).
Dari sekian banya pendapat tentang difinisi al-Qur‟an,
namun dapat disimpulkan bahwa al-Qur‟an
adalah “kalamullah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dengan perantara malaikat Jibril, lafaldz-lafadznya berasal dari Allah dan
termaktub dalam mushaf-mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawattir
kemudian membacanya dihitung sebagai ibadah.
Penulisan al-Qur‟an sebenarnya sudah dilakukan semenjak
masa Nabi Muhammad SAW, namun pada waktu itu penulisanya masih berserakan pada
tulang-tulang hewan, pelepah kurma, batu dan segala sesuatu yang dapat dipakai
untuk menulis. Hal itu dimaksudkan Nabi
sebagai wujud pelestarian al-Qur‟an
disamping mengandalkan hafalan.
Penulisan al-Qur‟an
dalam bentuk mushaf baru mulai dirintis pada masa khalifah Abu Bakr as Shiddiq
atas saran dan dorongan Sayyidina Umar
ibn Khattab. Hal itu dimotivasi oleh banyaknya shahabat penghafal al-Qur‟an
yang gugur sebagai syuhada‟ di
medan perang.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan